Terjemahkan Blog Ini

Headlines News :
Diberdayakan oleh Blogger.

Channel Youtube

Pengikut

Mengenai Saya

Foto saya
Saya adalah saya. Bukan ayah saya. Bukan pula anak saya. Saya jangan dihargai karena 'pangkat' ayah saya. Saya juga jangan 'disamakan' dengan anak saya. Akuilah saya apa adanya.

Selamat Datang di Blog Saya, Ahlan Wa Sahlan Bihudzurikum.

Semoga blog ini bermanfaat untuk Anda. Apa hal positif dari Blog ini beritahu teman. Jika ada ada yang kurang beritahu saya agar saya bisa memperbaikinya. Boleh Copas asalkan mencantumkan alamat blog ini. Jazakumullah
Saya sangat berterima kasih Anda sudah berkunjung ke blog saya. Lebih berterima kasih lagi jika Anda meninggalkan komentar pada postingan saya baik berupa koreksi, persetujuan, maupun tambahan ilmu buat saya.
Jika Anda merasa puas dengan blog ini tolong beritahu teman atau saudara agar blog ini bisa lebih dikenal luas dan anda pun Insya' Alloh akan mendapatkan pahala karena menyebarkan kebaikan. Tetapi jika Anda tidak puas tolong beritahu saya. Maturnuwun. Terimakasih. Jazakumulloh khoiral jaza'

ADU CEPAT DENGAN TELEVISI



Oleh: Muhsin Suny M.[i]
Sejak menikah, kami sudah sepakat untuk tidak memasukkan televisi ke dalam rumah tangga kami. Alhamdulillah program ini mampu berjalan selama delapan tahun tanpa hambatan sama sekali. Namun, sejak kepindahan kami ke rumah dan lingkungan baru, mulai timbul masalah dengan anak-anak kami. Si sulung (perempuan) yang sudah kelas 1 SD memiliki hobi baru: menonton televisi di rumah tetangga. Jika sudah menonton, ia bisa menghabiskan waktu berjam-jam di rumah tetangga. Satu hal yang sangat membuat kami khawatir. Pertama, kami tidak bisa mengontrol tontonan apa saja yang dikonsumsi oleh anak kami tersebut. Kedua, kami takut akan terjadi sesuatu pada anak kami karena berada di rumah orang lain. Mengingat ada sekian kejadian pelecehan anak di bawah umur yang dilakukan oleh tetangga sendiri.
         Kami pun memulai berdiskusi. Istri menghendaki untuk mengakhiri saja program rumah tanpa televisi ini. Sedang saya tetap bersikukuh dan istiqomah untuk meneruskan program ini: tidak menyediakan televisi di rumah. Istri beralasan sejak anak kami hobi main ke rumah tetangga, ia merasa kehilangan anak dan selalu was-was dengan keamanan anak. Adanya televisi di rumah menurutnya  akan lebih aman karena ia bisa mengontrol tontonan anak-anak dan tidak khawatir terjadi sesuatu dengan mereka.
Adapun saya beralasan, tidak ada jaminan orangtua selalu bisa mengontrol tontonan televisi anak-anak. Jangankan televisi yang siarannya tidak ada matinya, film-film yang sudah saya sediakan untuk anak-anak di komputer pun, istri amat jarang menemani mereka menonton. Jadi saya pesismis jika ia kelak mau menemani dan sekaligus mengarahkan tontonan anak-anak. Kebanyakan orangtua punya kesibukan sendiri yang biasanya sangat jauh dari dunia anak-anak. Maka saya pun bertekad akan semakin memperbanyak film-film yang aman untuk anak-anak saya di komputer.
Saya pun memulai untuk adu cepat dengan program-program televisi. Berbagai usaha saya lakukan: download film-film dari internet, membeli saat ada Islamic book fair, pinjam dari teman-teman, dan mencari di rental film. Saya pun disibukkan dengan kegiatan baru: menonton terlebih dahulu film yang akan saya suguhkan untuk anak-anak saya. Jika ada adegan atau percakapan yang tidak layak tonton langsung saya potong dengan software pemotong film. Namun saya juga pernah harus membuang sekian gigabyte film yang berhari-hari saya download karena terlalu banyak negatifnya bagi anak sehingga susah dipotong. Pengalaman saya, ternyata tidak semua film yang ditujukan untuk anak, aman untuk dikonsumsi. Bahkan film yang masuk kategori religi sekalipun tidak ada jaminan aman dikonsumsi anak. Ambil contoh film Sang Pencerah.
Memang secara umum film Sang Pencerah cukup aman dikonsumsi oleh keluarga berbagai umur, akan tetapi di pertengahan film ada dialog yang diucapkan oleh Sujiwo Tejo yang menurut saya sangat kasar:
“Hahaha mendalami Islam? Berapa banyak kyai-kyai di Kauman itu yang pergi ke Mekah, sekali dua kali bahkan tiga kali pergi ke Mekkah tetapi tetap guoblok soal agama. Guoblok!!! Kalau kamu pergi ke Mekah tetapi tidak membawa perubahan apa-apa, malah semakin tunduk dengan ngarso dalem, apa bedamu dengan kyai-kyai majnun di Kauman itu! Apa?!” (DVD Film Sang Pencerah. File VTS_02_1.VOB pada menit ke 07:43 sampai 08:35)
Sejak menonton film tersebut, anak-anak saya fasih berbicara ‘goblok atau guoblok’. Sebuah kosakata kasar yang sama sekali tidak pernah keluar dari mulut mereka sebelum menonton film tersebut. Jadi, kita harus rela meluangkan waktu untuk menyeleksi film-film yang layak tonton untuk anak-anak kita. Jangan kita serahkan tarbiyah anak-anak kita kepada televisi.
Menjadi orangtua butuh perjuangan yang tidak mudah. Dan perjuangan ‘melawan’ siaran televisi ternyata sangat melelahkan. Ah, betapa bahagianya jika di negeri ini hadir televisi nasional yang aman untuk anak-anak. Semoga!




[i] Adalah penulis buku “Musuh Berwajah Ramah; Mewaspadai Pengaruh Negatif Televisi”

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Guru GO! - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger